Aku selalu melihat sosoknya dari kejauhan. Dia adalah sosok yang selalu ada dihatiku dan selalu aku impikan. Seorang pria yang aku puja, tetapi tidak akan pernah dapat kumiliki. Karena dia dan aku bagaikan bumi dan langit. Cowok itu merupakan idola di sekolahku, sedangkan aku hanyalah seorang cewek biasa saja. Aku hanya dapat memandangnya dari kejauhan jika dia sedang bermain bola saat istirahat sekolah. Atau aku hanya dapat melihat sosoknya saat melewatiku di kantin sekolah.
Aku adalah seorang cewek berumur 15 tahun yang memiliki wajah Indonesia sekali dan rambut panjang sebahu. Badanku pun sedang-sedang saja tidak terlalu gemuk maupun kurus. Tetapi cowok yang selalu ku nantikan itu yang merupakan idola di sekolahku memiliki wajah yang tampan, tubuh atletis dan tinggi. Dia juga merupakan bintang dalam sepak bola sekolah, dia sering membawa pulang piala saat bertanding. Cewek-cewek di sekolahku pun banyak yang memujanya dan berharap suatu hari nanti akan dapat bersanding dengannya. Walaupun begitu dia tetap hanyalah manusia yang memiliki kekurangan, dia selalu ceroboh meletakkan kacamatanya sehingga kacamata sering pecah karena terinjak. Aku yang selalu melihatnya hanya bisa tersenyum melihat kelakuan-kelakuannya yang lucu bersama teman-temannya. Tanpa dia ketahui aku selalu memperhatikannya.
Aku mulai menyukainya semenjak temanku sering membicarakannya. Salah satu temanku ada yang menyukainya maka aku pun otomatis jadi ikut memperhatikannya. Semakin lama aku memperhatikan tingkah lakunya maka akhirnya aku pun jatuh cinta juga padanya. Apalagi ada kejadian yang memicu aku tambah suka padanya.
Saat ulangan umum aku seruangan dengannya, tetapi aku duduk 3 kursi di belakangnya. Saat itu aku belum terlalu menyukainnya hanya penasaran dengan tingkah lakunya yang kadang-kadang suka seenaknnya. Maka aku pun selalu memperhatikannya dari belakang. Ketika aku sendirian di kelas sebelum bel berbunyi dan hanya ada dia dan teman-temannya saja dalam ruangan maka aku pun langsung bergegas keluar ruangan karena tidak ingin digangguin oleh mereka yang merasa senior. Saat keluar ruangan aku tidak sengaja membanting pintu sangat keras, sehingga dia dan teman-temannya langsung menyoraki aku. Saat itu aku benar-benar malu dibuatnya dan saat temanku datang dan mengajak aku ke dalam aku langsung menarik tangannya ke kantin agar jangan masuk dulu karena aku masih malu. Temanku yang aku ceritakan hanya senyum-senyum mengejek aku. Semenjak itu lah aku semakin menyukainya padahal kalau diingat-ingat kan aku melakukan hal bodoh di depannya tetapi entah kenapa karena itu aku malah tambah suka dengannya.
Mulai dari kejadian itu lah aku mulai berani untuk melihatnya terang-terangan tidak sembunyi-sembunyi lagi. Jika berpapasan aku akan memandangan langsung ke matanya dan ingin melihat reaksinya. Karena pada dasarnya aku juga jail orangnya maka aku pun terus melakukan aksi nekatku. Hehehhe. Mungkin karena hanya aku junior yang suka memperhatikan dia terang-terangan maka dia pun mulai menaruh perhatian padaku. Ketika aku melihatnya dari lantai dua saat dia bermain bola dia jadi mulai sering curi-curi pandang ke arahku, melihat apakah aku sedang memperhatikannya atau tidak. Aku pun mulai berani untuk tersenyum padanya. Pertama kali aku senyum padanya dia salah tingkah. Aku senang sekali dibuatnya, mungkin dia pikir “Nih Junior berani banget sih senyum-senyum ke senior”. Tetapi aku masa bodoh. Karena aku ingin menarik simpati dan perhatiannya agar aku dapat dekat dengannya.
Usaha aku itu berlangsung selama satu semester, tetapi jarak antara aku dan dia masih jauh padahal dia sebentar lagi akan lulus dan aku tidak mau kehilangan kesempatan untuk menyatakan cintaku jika dia sudah lulus nanti. Maka aku pun minta dikenalkan oleh temanku yang senior dan dekat dengannya. Temanku pun tahu perasaanku padanya jadi dia pun mau membantuku untuk kenal dengannya. Pertama kali dikenalkan saat aku sedang ke kantin dan makan dengan teman-temanku, tiba-tiba temanku yang senior datang menghampiriku dengan membawa cowok pujaanku itu. Otomatis aku langsung membeku, karena walaupun aku cukup berani tetapi aku tidak pernah dalam posisi sedekat itu dengan cowok yang aku suka. Temanku langsung menarik aku berdiri dan langsung menyambar tanganku untuk disalamkan ke pujaanku. Aku hanya bisa menunduk dan tidak berani menatap matanya. “Nasya” ucapku memperkenalkan diri. “Nara” balasnya. “Hey, kok nunduk aja sih? Biasanya kalau gw lagi main bola loe selalu ngeliatin gw en senyum-senyum ke gw” kata Nara menyindir aku yang hanya diam dan menunduk itu.
“Hahahahha. Si Nasya tuh sebenernya gak pendiem kali tapi dia deg-degan aja kenalan sama loe secara langsung gini. Biasanya kan cuma berani mandang dari jauh aja. Hahahha” temanku tiba-tiba membuka aibku. Otomatis aku langsung mencubit tangannya dan melepaskan genggaman tangan Nara pada tanganku. “Bohong tuh. Gw cuma gak enak aja kalo langsung nyablak ngomongnya sama loe. Kan loe senior gw” kilahku pada Nara tanpa menatap matanya. “Eh,loe klo ngomong jangan asal ya. Gw biasa aja kali sama Nara. Cuma gara-gara gw laper aja makanya gw diem. Gak usah ngomong yang aneh-aneh deh” kataku pada temanku sambil terus mencubit tangannya sampai dia teriak-teriak aduh. Abisnya aku gemes sih, kok bisa-bisanya dia tega gitu buka aib aku. Huh. Nara yang melihat salah tingkahku hanya bisa menahan senyum.
Setelah perkenalan pertama itu temanku sering mengajak aku jika ada jalan-jalan bersama temannya terutama yang ada Nara pastinya. Karena aku juga tidak ada kerjaan dan aku bisa sekalian pendekatan dengan Nara makanya aku ikut saja jika temanku itu mengajakku. Selama kami jalan-jalan dan mengobrol jarak antara aku dan Nara semakin dekat. Dan aku pun jadi tahu sifat-sifat cowok pujaanku itu. Walaupun dia idola semua wanita di sekolah tetapi sifatnya itu lho ya ampun. Jail banget apa lagi kalau dia ingin mengerjai aku. Huh ampun deh. Tetapi aku senang karena aku sudah benar-benar jadi dekat dengannya. Aku pun menjadi salah satu teman curhatnya kalau dia sedang ada masalah. Dia selalu meminta nasihatku jika ingin mengambil suatu keputusan, maka aku pun berusaha menjadi teman terbaiknya saat ini. Tetapi aku tetap berharap suatu saat nanti dia akan menyukaiku.
Selama aku dekat dengannya dia tidak pernah bercerita tentang cewek lain yang sedang dekat dengannya. Setahu aku hanya aku cewek yang tahu sifat aslinya Nara dan hanya aku yang dekat dengannya. Tetapi aku tidak mau terlalu percaya diri dulu, karena biar bagaimanapun dia itu idola satu sekolahku. Jadi sainganku pasti banyak banget. Aku pun sering memancing Nara agar menceritakan lagi dekat dengan siapa, tetapi jawabannya selalu “Cuma loe Sya yang deket sama gw. Mana ada sih yang mau deket sama cowok berandalan kayak gw. Cuma loe doang yang tahan sama tingkah gw”. Mendengar jawaban itu otomatis hatiku pun berbunga-bunga. Tetapi aku terlalu takut untuk percaya bahwa hanya aku yang dekat dengannya.
Suatu hari terbukti bahwa perasaanku benar, selama ini Nara dekat dengan cewek lain tanpa sepengetahuanku. Aku mengetahuinya dari temanku yang tidak sengaja bertemu dengan cewek itu di rumah Nara saat dia sedang main. Dikira temanku yang ada di kamar Nara aku, karena memang biasanya yang selalu beres-beres kamar Nara adalah aku. Tetapi saat temanku masuk dan ingin mengagetkan aku tiba-tiba malah temanku yang kaget karena ternyata cewek itu bukan aku. Ketika Nara masuk kembali ke kamarnya dia pun mengenalkan cewek itu sebagai Clara, sahabat masa kecilnya yang tinggal dekat rumahnya. Selama Nara dekat dengankun sahabatnya itu sedang liburan ke rumah pamannya makanya cewek itu jarang main ke rumah Nara. Karena sudah pulang maka cewek itu mulai main lagi ke rumah Nara. Mendengar kabar itu dari temanku, aku langsung shock dan bingung. Karena kecemasan ku selama ini ternyata benar, aku benar-benar tidak bisa menandingi Clara karena cewek itu kan kenal Nara sejak kecil sedangkan aku baru dekat dengan Nara beberapa bulan.
Semenjak itu aku jarang berhubungan dengan Nara, setiap dia menelponku meminta aku main ke rumahnya aku bilang sibuk banyak tugas. Setiap dia nyamperin aku ke kelasku saat istirahat aku bilang aku bawa bekel jadinya tidak bisa makan bareng dia. Sebenarnya aku juga tidak ingin menghindari dia, tetapi hatiku masih belum bisa menerima bahwa aku sudah benar-benar tidak bisa lagi menjadi pacarnya. Karena itu aku memilih untuk menjauhinya sementara waktu sampai aku bisa menerima kenyataan itu. Baru setelah itu mungkin aku benar-benar bisa menjadi sahabat yang diinginkan oleh cowok impianku itu.
Selama aku menghindarinya Nara malah semakin gencar mendekatiku. Sampai memohon-mohon agar aku mau pulang dianter olehnya saat aku sedang makan dengan teman-temanku di kantin. Semua orang yang ada di kantin memperhatikan kami berdua, aku pun malu dan akhirnya berkata “iya, iya. Gw balik bareng sama loe tapi udah sih jangan kayak gini gak enak tau diliat orang. Kesannya gw ngapain loe gitu sampe loe megang-megang tangan gw gini”. Mendengar kata-kataku Nara langsung tersenyum cerah, “gw tunggu loe ditempat biasa ya. Awas loe jangan kabur. Gw bakal nungguin loe terus. Ok?”. Aku hanya membalas dengan melambaikan tangan saja. Karena kejadian itu teman-temanku terus-terusan berkata kalau Nara itu suka sama aku dan tidak ingin kehilangan aku. Buktinya saja dia sampai mohon-mohon gitu di tempat umum biar aku mau pualng bareng sama dia. Karena aku tidak mau terlalu berharap jadi aku hanya bisa berkata “ya ampun itu tuh biasa lagi. Dia tuh Cuma kangen aja kali sama ocehan gw kalo pulang sekolah. Secara kan hampir tiap hari semenjak gw deket sama dia gw balik bareng sama dia. Jadi dia tuh Cuma butuh hiburan aja kalo ada gw”. Teman-temanku hanya senyum-senyum mendengar perkataanku tidak percaya.
Saat pulang sekolah Nara langsung menjemputku di kelas tanpa menunggu di tempat biasa kami janjian pulang bareng. “Loe ngapain sih jemput ke kelas segala? Ge juga nanti pasti dateng kali. Tenanga aja kenapa sih” kata ku sewot lihat Nara sudah ada di depan pintu kelasku.
“Gw takut loe kabur lagi. Selama ini kan loe jago banget ngindarin gw. Gw mau loe jelasin kenapa selama ini loe ngindarin gw nanti di rumah gw” kata Nara sambil menggandeng tanganku. Cewek-cewek fans Nara hanya bisa melihatku dengan tatapan buas. Aku ngeri juga jadinya, jangan-jangan besok aku langsung dilabrak lagi sama fans-fansnya Nara. Padahal selama ini kedekatan kami kan tidak terlalu kelihatan karena biasanya ada teman-teman Nara yang ikut juga bersama kami. Tapi kali ini hanya aku dan Nara, apalagi tingkah Nara udah kayak orang kesambet gitu. Huh.
Di mobil Nara aku tidak berkata apa-apa hanya memandang jalanan di luar saja. Jujur aku bingung harus bilang apa nanti kalau Nara bertanya kenapa selama ini aku menghindarinya. Kalau aku jawab jujur itu sama saja dengan menyatakan perasaanku padanya. Padahal aku masih belum siap menyatakan perasaanku padanya saat ini. Aduh aku benar-benar bingung harus berbuat apa. Nara pun selama perjalanan hanya memandang jalan saja. Jadi aku benar-benar tertolong tidak harus berbicara saat ini juga.
Begitu tiba di rumahnya aku langsung saja dibawa ke kamarnya. Maka aku pun langsung duduk di kursi yang biasa aku duduki dan memasang tampang jutek. Nara tidak terpengaruh dengan mimik mukaku yang jutek banget. Dia malah dengan santainya berbicara depan wajahku persis, “Heh! Masang muka jutek. Gak ngaruh kali sama gw, gw kan dah kebal sama muka jutek loe. Udah pokoknya gw mau loe jelasin semua. Kenapa loe jauhin gw? Mangnya gw salah apa sih sama loe? Kayaknya selama ini kita baik-baik aja deh. Loe kan sahabat gw. Loe kan selama ini selalu jadi pendengar setia gw. Kenapa sekarang loe tiba-tiba jauhin gw?” Nara berbicara panjang lebar saking penasarannya dengan sikapku.
“Hhhh. Nar, sebenernya gw gak mau jelasin apa-apa sama loe. Gw niatnya jauhin loe sampe akhirnya kita beneran lost contact, gw gak tau kalo lo bakal nuntut penjelasan dari gw. Karena gw memang gak mau loe tau apa-apa!” jawabku ketus.
“Gak bisa gitu dong Sya. Loe gak adil lah namanya sama gw. Masa gw gak tau salah gw apa tiba-tiba loe jauhin gw. Lagian kenapa loe mau kita sampe lost contact segala sih? Gak mungkin lah gw ngelepas loe. Karena gw dah nyaman banget dengan adanya loe disamping gw” balas Nara dengan wajah melas dan memegang tanganku. Aku yang melihatnya jadi tidak tega dan aku senang juga dia ngomong kayak gitu. Saat aku ingin menjelaskan semuanya tiba-tiba sesosok cewek masuk ke kamar Nara dan langsung merangkul pundak Nara dari belakang. “Nara! Temenin gw belanja yuk. Tar gw masakin makanan kesukaan loe deh. Ok?”.
Melihat kejadian itu depan mata kepala ku sendiri tubuhku otomatis langsung menjauhkan diri dari Nara dan melepaskan tangannya yang sedang mengenggam tanganku. “Gw balik aja ya Nar. Lagian kan loe janjinya mau nagterin gw ke rumah tapi loe malah bawa gw ke sini”. Aku langsung mengambil tas ku dan berjalan keluar.
“Sya, apaan sih? Belum selesai ngomong juga!” Nara menarik tanganku dan menahanku pergi. “Ra, loe tunggu gw di rumah loe dulu ya. Gw mau ngomong penting sama Nasya” jelas Nara sambil melepaskan rangkulan Clara dipundaknya.
“Oh, sorry gw gak tau hari ini temen loe mau ke rumah. Kalo gitu loe selesain aja dulu deh masalah loe. Tar call gw aja. Ok?” Clara pun pamit dan melangkah keluar. “Oya, salam kenal ya Nasya. Gw sahabatnya Nara dari kecil”, ujarnya dari balik pintu.
Aku hanya bisa diam dan tidak mau memandang Nara. Hancur sudah hatiku melihat adegan itu. Betapa casualnya Clara merangkul Nara dan betapa tidak pedulinya dia pada perasaanku. Nara menarik aku kembali lagi ke tempat duduk. Aku pun duduk tanpa mau memandang wajahnya karena aku takut aku akan menangis jika melihat wajah orang yang aku suka dan terbayang adegan tadi lagi.
“Sya, maafin Clara ya. Clara tuh dah dianggep anak sendiri sama nyokap gw. Jadinya dia nganggep rumah gw udah kayak rumahnya sendiri. Maaf ya” ucapnya sambil mencari-cari mataku. “Yaudah tadi kita sampe mana? Loe jawab dong pertanyaan gw tadi”
“Sorry, Nar. Gw gak tau harus ngomong apa. Gw gak mau loe tau apa yang gw rasain” ucapku menahan tangis.
“Kok loe ngomong gitu sih Sya? Kan selama ini kita juga selalu cerita kalau ada apa-apa kan. Kenapa sekarang loe gak mau cerita?” Nara terus menuntut aku berbicara.
“Gw bukannya gak mau cerita sama loe. Tapi ini belum saatnya loe tau Nar. Please, ngertiin gw ya. Katanya loe sahabat gw? Sahabat gak akan maksa sahabatnya cerita kalau memang sahabatnya belum mau cerita kan?”
“Oke kalo itu mau loe. Tapi please juga Sya kasih gw penjelasan tentang semua tingkah laku loe. Jujur gw kangen sama kedekatan kita beberapa bulan ini. Walaupun gw Cuma baru deket sama loe beberapa bulan tapi gw dah nganggep loe sahabat gw. Karena itu oke gw gak akan maksa loe untuk cerita dan jelasin semuanya sekarang. Tapi gw mau loe nanti bakal cerita ke gw. Promise me?” Nara menyodorkan jari kelingkingnya untuk pinky swear denganku. Jadi aku pun membalasnya dengan melingkarkan jari kelingkingku di jarinya. Suatu hari nanti kamu bakal tau kok Nar. Tapi bukan dari aku, kataku dalam hati.
Nara langsung memelukku, ini pertama kalinya dia memelukku. Selama kami dekat sentuhan fisik yang pernah kami lakukan hanya gandengan tangan atau jika dia sedang mengusap-ngusap kepalaku. Maka aku pun kaget Nara memelukku begitu eratnya. Dan aku pun merasakan air dipundakku. Saat aku ingin melepaskan pelukkannya Nara tidak membiarkan aku. “Bentar lagi Sya. Abis ini gw anterin loe balik. Gak enak sama tante kalo loe gak pulang dulu.” Ucapnya. Aku hanya bisa diam tanpa membalas pelukannya. Karena aku bingung, bingung dengan apa yang sedang terjadi. Mengapa Nara bersikap seperti ini? Takut kehilangan aku kah? Tapi kenapa? Aku kan hanya sahabatnya. Aku terus bertanya-tanya dalan hati sampai Nara melepaskan pelukannya. Setelah melepaskan pelukkannya Nara mengecup keningku sekilas dan mengusap-usap kepalaku. “Ayo pulang anak nakal” senyumnya padaku. Tapi aku tau senyumnya masih sedih. Apa aku yang telah membuatnya sedih? Hhhh. Apa aku jahat ya sama Nara.
“Nar” aku menahan tangannya agar tidak bangkit dan tetap duduk. “Gw mau jelasin sekarang aja. Gw gak suka ngeliat loe sedih. Kalo hanya gw yang sedih karena hal ini gw gak masalah tapi gw gak mau liat loe sedih juga. Walaupun gw gak ngerti kenapa loe harus sedih jauh dari gw. Kan masih banyak temen-temen loe yang lain” ucapku mulai tidak karuan.
“Loe ngomong apa sih Sya? Temen gw gak lengkap kalo gak ada loe” jawabnya lembut sambil mengusap air mataku yang tanpa terasa sudah menetes. “Kalo loe masih belum bisa cerita gak papa kok. Gw bakal nunggu loe sampe bisa cerita. Tapi gw gak mau liat loe nangis. Oke, Sya?”
“Gw gak papa kok. Gw mau cerita sekarang aja. Nar, gw jauhin loe karena gw sakit loe gak jujur sama gw tentang kedekatan loe sama Clara. Setiap gw tanya loe selalu jawab cuma gw cewek yang deket sama loe. Cuma gw yang betah sama loe. Padahal selama ini loe selalu temenan sama Clara kan? Bahkan sebelum loe kenal sama gw. Tapi kenapa loe gak cerita sama gw? Kenapa loe gak jujur sama gw? Gw kecewa Nar. Gw sakit.” Paparku mencurahkan sebagian isi hatiku.
“Ya ampun Sya. Yang gw omongin tuh bener. Gw jujur sama loe. Gw cuma deket sama loe doang. Cewek yang ada di deket gw cuma loe doang. Clara tuh udah gw anggep ade gw sendiri Sya. Beda sama loe. Selama ini gw juga gak pernah cerita apa-apa sama dia. Yang selama ini gw ceritain masalah gw cuma loe Sya. Masa loe gak percaya sih? Masa gara-gara Clara loe jauhin gw? Gw gak mau kehilangan sahabat gw Sya. Loe dan temen-temen gw yang lain penting banget buat gw. Gw gak mau kehilangan kalian terutama loe. Karena loe satu-satunya cewek yang bisa jadi sandaran gw kalo lagi susah dan selalu ada buat gw kalo gw lagi seneng” jelas Nara padaku. Kata-katanya meluluhkan hatiku sekaligus menyadarkan ku bahwa posisiku sama seperti teman-temannya yang lain. Dan mungkin tidak akan pernah berubah.
“Yaudah kalo gitu anggep aja gw gak pernah jauhin loe en kita tetep kayak dulu lagi. Ok? Gw juga gak mau kehilangan cowok aneh kayak loe. Hahahhah” ujarku mengalihkan pembicaraan.
“Huuu, dasar anak nakal” Nara mengusap kepalaku dengan lembut. “Yaudah, kalo gitu gak ada ngambek-ngambek lagi ya. Gw gak mau dijauhin lagi sama loe. Gak enak tau. Gak ada yang buatin gw cemilan kalo ada yang main ke rumah gw. Hehehhe. Lagian kan gw kangen masakannya tante” kata Nara sambil merangkul ku casual. Karena risih maka aku melepaskan diri darinya. Sambil mencubit pinggangnya. “Huu, kesempatan rangkul-rangkul gw” kemudian aku berlari kebawah dan langsung menuju dapur rumah Nara. Kemudian kami berdua asik membuat cemilan untuk kami makan sambil menonton film.
-Fin-
(bersambung ke cerpen selanjutnya)
Aku adalah seorang cewek berumur 15 tahun yang memiliki wajah Indonesia sekali dan rambut panjang sebahu. Badanku pun sedang-sedang saja tidak terlalu gemuk maupun kurus. Tetapi cowok yang selalu ku nantikan itu yang merupakan idola di sekolahku memiliki wajah yang tampan, tubuh atletis dan tinggi. Dia juga merupakan bintang dalam sepak bola sekolah, dia sering membawa pulang piala saat bertanding. Cewek-cewek di sekolahku pun banyak yang memujanya dan berharap suatu hari nanti akan dapat bersanding dengannya. Walaupun begitu dia tetap hanyalah manusia yang memiliki kekurangan, dia selalu ceroboh meletakkan kacamatanya sehingga kacamata sering pecah karena terinjak. Aku yang selalu melihatnya hanya bisa tersenyum melihat kelakuan-kelakuannya yang lucu bersama teman-temannya. Tanpa dia ketahui aku selalu memperhatikannya.
Aku mulai menyukainya semenjak temanku sering membicarakannya. Salah satu temanku ada yang menyukainya maka aku pun otomatis jadi ikut memperhatikannya. Semakin lama aku memperhatikan tingkah lakunya maka akhirnya aku pun jatuh cinta juga padanya. Apalagi ada kejadian yang memicu aku tambah suka padanya.
Saat ulangan umum aku seruangan dengannya, tetapi aku duduk 3 kursi di belakangnya. Saat itu aku belum terlalu menyukainnya hanya penasaran dengan tingkah lakunya yang kadang-kadang suka seenaknnya. Maka aku pun selalu memperhatikannya dari belakang. Ketika aku sendirian di kelas sebelum bel berbunyi dan hanya ada dia dan teman-temannya saja dalam ruangan maka aku pun langsung bergegas keluar ruangan karena tidak ingin digangguin oleh mereka yang merasa senior. Saat keluar ruangan aku tidak sengaja membanting pintu sangat keras, sehingga dia dan teman-temannya langsung menyoraki aku. Saat itu aku benar-benar malu dibuatnya dan saat temanku datang dan mengajak aku ke dalam aku langsung menarik tangannya ke kantin agar jangan masuk dulu karena aku masih malu. Temanku yang aku ceritakan hanya senyum-senyum mengejek aku. Semenjak itu lah aku semakin menyukainya padahal kalau diingat-ingat kan aku melakukan hal bodoh di depannya tetapi entah kenapa karena itu aku malah tambah suka dengannya.
Mulai dari kejadian itu lah aku mulai berani untuk melihatnya terang-terangan tidak sembunyi-sembunyi lagi. Jika berpapasan aku akan memandangan langsung ke matanya dan ingin melihat reaksinya. Karena pada dasarnya aku juga jail orangnya maka aku pun terus melakukan aksi nekatku. Hehehhe. Mungkin karena hanya aku junior yang suka memperhatikan dia terang-terangan maka dia pun mulai menaruh perhatian padaku. Ketika aku melihatnya dari lantai dua saat dia bermain bola dia jadi mulai sering curi-curi pandang ke arahku, melihat apakah aku sedang memperhatikannya atau tidak. Aku pun mulai berani untuk tersenyum padanya. Pertama kali aku senyum padanya dia salah tingkah. Aku senang sekali dibuatnya, mungkin dia pikir “Nih Junior berani banget sih senyum-senyum ke senior”. Tetapi aku masa bodoh. Karena aku ingin menarik simpati dan perhatiannya agar aku dapat dekat dengannya.
Usaha aku itu berlangsung selama satu semester, tetapi jarak antara aku dan dia masih jauh padahal dia sebentar lagi akan lulus dan aku tidak mau kehilangan kesempatan untuk menyatakan cintaku jika dia sudah lulus nanti. Maka aku pun minta dikenalkan oleh temanku yang senior dan dekat dengannya. Temanku pun tahu perasaanku padanya jadi dia pun mau membantuku untuk kenal dengannya. Pertama kali dikenalkan saat aku sedang ke kantin dan makan dengan teman-temanku, tiba-tiba temanku yang senior datang menghampiriku dengan membawa cowok pujaanku itu. Otomatis aku langsung membeku, karena walaupun aku cukup berani tetapi aku tidak pernah dalam posisi sedekat itu dengan cowok yang aku suka. Temanku langsung menarik aku berdiri dan langsung menyambar tanganku untuk disalamkan ke pujaanku. Aku hanya bisa menunduk dan tidak berani menatap matanya. “Nasya” ucapku memperkenalkan diri. “Nara” balasnya. “Hey, kok nunduk aja sih? Biasanya kalau gw lagi main bola loe selalu ngeliatin gw en senyum-senyum ke gw” kata Nara menyindir aku yang hanya diam dan menunduk itu.
“Hahahahha. Si Nasya tuh sebenernya gak pendiem kali tapi dia deg-degan aja kenalan sama loe secara langsung gini. Biasanya kan cuma berani mandang dari jauh aja. Hahahha” temanku tiba-tiba membuka aibku. Otomatis aku langsung mencubit tangannya dan melepaskan genggaman tangan Nara pada tanganku. “Bohong tuh. Gw cuma gak enak aja kalo langsung nyablak ngomongnya sama loe. Kan loe senior gw” kilahku pada Nara tanpa menatap matanya. “Eh,loe klo ngomong jangan asal ya. Gw biasa aja kali sama Nara. Cuma gara-gara gw laper aja makanya gw diem. Gak usah ngomong yang aneh-aneh deh” kataku pada temanku sambil terus mencubit tangannya sampai dia teriak-teriak aduh. Abisnya aku gemes sih, kok bisa-bisanya dia tega gitu buka aib aku. Huh. Nara yang melihat salah tingkahku hanya bisa menahan senyum.
Setelah perkenalan pertama itu temanku sering mengajak aku jika ada jalan-jalan bersama temannya terutama yang ada Nara pastinya. Karena aku juga tidak ada kerjaan dan aku bisa sekalian pendekatan dengan Nara makanya aku ikut saja jika temanku itu mengajakku. Selama kami jalan-jalan dan mengobrol jarak antara aku dan Nara semakin dekat. Dan aku pun jadi tahu sifat-sifat cowok pujaanku itu. Walaupun dia idola semua wanita di sekolah tetapi sifatnya itu lho ya ampun. Jail banget apa lagi kalau dia ingin mengerjai aku. Huh ampun deh. Tetapi aku senang karena aku sudah benar-benar jadi dekat dengannya. Aku pun menjadi salah satu teman curhatnya kalau dia sedang ada masalah. Dia selalu meminta nasihatku jika ingin mengambil suatu keputusan, maka aku pun berusaha menjadi teman terbaiknya saat ini. Tetapi aku tetap berharap suatu saat nanti dia akan menyukaiku.
Selama aku dekat dengannya dia tidak pernah bercerita tentang cewek lain yang sedang dekat dengannya. Setahu aku hanya aku cewek yang tahu sifat aslinya Nara dan hanya aku yang dekat dengannya. Tetapi aku tidak mau terlalu percaya diri dulu, karena biar bagaimanapun dia itu idola satu sekolahku. Jadi sainganku pasti banyak banget. Aku pun sering memancing Nara agar menceritakan lagi dekat dengan siapa, tetapi jawabannya selalu “Cuma loe Sya yang deket sama gw. Mana ada sih yang mau deket sama cowok berandalan kayak gw. Cuma loe doang yang tahan sama tingkah gw”. Mendengar jawaban itu otomatis hatiku pun berbunga-bunga. Tetapi aku terlalu takut untuk percaya bahwa hanya aku yang dekat dengannya.
Suatu hari terbukti bahwa perasaanku benar, selama ini Nara dekat dengan cewek lain tanpa sepengetahuanku. Aku mengetahuinya dari temanku yang tidak sengaja bertemu dengan cewek itu di rumah Nara saat dia sedang main. Dikira temanku yang ada di kamar Nara aku, karena memang biasanya yang selalu beres-beres kamar Nara adalah aku. Tetapi saat temanku masuk dan ingin mengagetkan aku tiba-tiba malah temanku yang kaget karena ternyata cewek itu bukan aku. Ketika Nara masuk kembali ke kamarnya dia pun mengenalkan cewek itu sebagai Clara, sahabat masa kecilnya yang tinggal dekat rumahnya. Selama Nara dekat dengankun sahabatnya itu sedang liburan ke rumah pamannya makanya cewek itu jarang main ke rumah Nara. Karena sudah pulang maka cewek itu mulai main lagi ke rumah Nara. Mendengar kabar itu dari temanku, aku langsung shock dan bingung. Karena kecemasan ku selama ini ternyata benar, aku benar-benar tidak bisa menandingi Clara karena cewek itu kan kenal Nara sejak kecil sedangkan aku baru dekat dengan Nara beberapa bulan.
Semenjak itu aku jarang berhubungan dengan Nara, setiap dia menelponku meminta aku main ke rumahnya aku bilang sibuk banyak tugas. Setiap dia nyamperin aku ke kelasku saat istirahat aku bilang aku bawa bekel jadinya tidak bisa makan bareng dia. Sebenarnya aku juga tidak ingin menghindari dia, tetapi hatiku masih belum bisa menerima bahwa aku sudah benar-benar tidak bisa lagi menjadi pacarnya. Karena itu aku memilih untuk menjauhinya sementara waktu sampai aku bisa menerima kenyataan itu. Baru setelah itu mungkin aku benar-benar bisa menjadi sahabat yang diinginkan oleh cowok impianku itu.
Selama aku menghindarinya Nara malah semakin gencar mendekatiku. Sampai memohon-mohon agar aku mau pulang dianter olehnya saat aku sedang makan dengan teman-temanku di kantin. Semua orang yang ada di kantin memperhatikan kami berdua, aku pun malu dan akhirnya berkata “iya, iya. Gw balik bareng sama loe tapi udah sih jangan kayak gini gak enak tau diliat orang. Kesannya gw ngapain loe gitu sampe loe megang-megang tangan gw gini”. Mendengar kata-kataku Nara langsung tersenyum cerah, “gw tunggu loe ditempat biasa ya. Awas loe jangan kabur. Gw bakal nungguin loe terus. Ok?”. Aku hanya membalas dengan melambaikan tangan saja. Karena kejadian itu teman-temanku terus-terusan berkata kalau Nara itu suka sama aku dan tidak ingin kehilangan aku. Buktinya saja dia sampai mohon-mohon gitu di tempat umum biar aku mau pualng bareng sama dia. Karena aku tidak mau terlalu berharap jadi aku hanya bisa berkata “ya ampun itu tuh biasa lagi. Dia tuh Cuma kangen aja kali sama ocehan gw kalo pulang sekolah. Secara kan hampir tiap hari semenjak gw deket sama dia gw balik bareng sama dia. Jadi dia tuh Cuma butuh hiburan aja kalo ada gw”. Teman-temanku hanya senyum-senyum mendengar perkataanku tidak percaya.
Saat pulang sekolah Nara langsung menjemputku di kelas tanpa menunggu di tempat biasa kami janjian pulang bareng. “Loe ngapain sih jemput ke kelas segala? Ge juga nanti pasti dateng kali. Tenanga aja kenapa sih” kata ku sewot lihat Nara sudah ada di depan pintu kelasku.
“Gw takut loe kabur lagi. Selama ini kan loe jago banget ngindarin gw. Gw mau loe jelasin kenapa selama ini loe ngindarin gw nanti di rumah gw” kata Nara sambil menggandeng tanganku. Cewek-cewek fans Nara hanya bisa melihatku dengan tatapan buas. Aku ngeri juga jadinya, jangan-jangan besok aku langsung dilabrak lagi sama fans-fansnya Nara. Padahal selama ini kedekatan kami kan tidak terlalu kelihatan karena biasanya ada teman-teman Nara yang ikut juga bersama kami. Tapi kali ini hanya aku dan Nara, apalagi tingkah Nara udah kayak orang kesambet gitu. Huh.
Di mobil Nara aku tidak berkata apa-apa hanya memandang jalanan di luar saja. Jujur aku bingung harus bilang apa nanti kalau Nara bertanya kenapa selama ini aku menghindarinya. Kalau aku jawab jujur itu sama saja dengan menyatakan perasaanku padanya. Padahal aku masih belum siap menyatakan perasaanku padanya saat ini. Aduh aku benar-benar bingung harus berbuat apa. Nara pun selama perjalanan hanya memandang jalan saja. Jadi aku benar-benar tertolong tidak harus berbicara saat ini juga.
Begitu tiba di rumahnya aku langsung saja dibawa ke kamarnya. Maka aku pun langsung duduk di kursi yang biasa aku duduki dan memasang tampang jutek. Nara tidak terpengaruh dengan mimik mukaku yang jutek banget. Dia malah dengan santainya berbicara depan wajahku persis, “Heh! Masang muka jutek. Gak ngaruh kali sama gw, gw kan dah kebal sama muka jutek loe. Udah pokoknya gw mau loe jelasin semua. Kenapa loe jauhin gw? Mangnya gw salah apa sih sama loe? Kayaknya selama ini kita baik-baik aja deh. Loe kan sahabat gw. Loe kan selama ini selalu jadi pendengar setia gw. Kenapa sekarang loe tiba-tiba jauhin gw?” Nara berbicara panjang lebar saking penasarannya dengan sikapku.
“Hhhh. Nar, sebenernya gw gak mau jelasin apa-apa sama loe. Gw niatnya jauhin loe sampe akhirnya kita beneran lost contact, gw gak tau kalo lo bakal nuntut penjelasan dari gw. Karena gw memang gak mau loe tau apa-apa!” jawabku ketus.
“Gak bisa gitu dong Sya. Loe gak adil lah namanya sama gw. Masa gw gak tau salah gw apa tiba-tiba loe jauhin gw. Lagian kenapa loe mau kita sampe lost contact segala sih? Gak mungkin lah gw ngelepas loe. Karena gw dah nyaman banget dengan adanya loe disamping gw” balas Nara dengan wajah melas dan memegang tanganku. Aku yang melihatnya jadi tidak tega dan aku senang juga dia ngomong kayak gitu. Saat aku ingin menjelaskan semuanya tiba-tiba sesosok cewek masuk ke kamar Nara dan langsung merangkul pundak Nara dari belakang. “Nara! Temenin gw belanja yuk. Tar gw masakin makanan kesukaan loe deh. Ok?”.
Melihat kejadian itu depan mata kepala ku sendiri tubuhku otomatis langsung menjauhkan diri dari Nara dan melepaskan tangannya yang sedang mengenggam tanganku. “Gw balik aja ya Nar. Lagian kan loe janjinya mau nagterin gw ke rumah tapi loe malah bawa gw ke sini”. Aku langsung mengambil tas ku dan berjalan keluar.
“Sya, apaan sih? Belum selesai ngomong juga!” Nara menarik tanganku dan menahanku pergi. “Ra, loe tunggu gw di rumah loe dulu ya. Gw mau ngomong penting sama Nasya” jelas Nara sambil melepaskan rangkulan Clara dipundaknya.
“Oh, sorry gw gak tau hari ini temen loe mau ke rumah. Kalo gitu loe selesain aja dulu deh masalah loe. Tar call gw aja. Ok?” Clara pun pamit dan melangkah keluar. “Oya, salam kenal ya Nasya. Gw sahabatnya Nara dari kecil”, ujarnya dari balik pintu.
Aku hanya bisa diam dan tidak mau memandang Nara. Hancur sudah hatiku melihat adegan itu. Betapa casualnya Clara merangkul Nara dan betapa tidak pedulinya dia pada perasaanku. Nara menarik aku kembali lagi ke tempat duduk. Aku pun duduk tanpa mau memandang wajahnya karena aku takut aku akan menangis jika melihat wajah orang yang aku suka dan terbayang adegan tadi lagi.
“Sya, maafin Clara ya. Clara tuh dah dianggep anak sendiri sama nyokap gw. Jadinya dia nganggep rumah gw udah kayak rumahnya sendiri. Maaf ya” ucapnya sambil mencari-cari mataku. “Yaudah tadi kita sampe mana? Loe jawab dong pertanyaan gw tadi”
“Sorry, Nar. Gw gak tau harus ngomong apa. Gw gak mau loe tau apa yang gw rasain” ucapku menahan tangis.
“Kok loe ngomong gitu sih Sya? Kan selama ini kita juga selalu cerita kalau ada apa-apa kan. Kenapa sekarang loe gak mau cerita?” Nara terus menuntut aku berbicara.
“Gw bukannya gak mau cerita sama loe. Tapi ini belum saatnya loe tau Nar. Please, ngertiin gw ya. Katanya loe sahabat gw? Sahabat gak akan maksa sahabatnya cerita kalau memang sahabatnya belum mau cerita kan?”
“Oke kalo itu mau loe. Tapi please juga Sya kasih gw penjelasan tentang semua tingkah laku loe. Jujur gw kangen sama kedekatan kita beberapa bulan ini. Walaupun gw Cuma baru deket sama loe beberapa bulan tapi gw dah nganggep loe sahabat gw. Karena itu oke gw gak akan maksa loe untuk cerita dan jelasin semuanya sekarang. Tapi gw mau loe nanti bakal cerita ke gw. Promise me?” Nara menyodorkan jari kelingkingnya untuk pinky swear denganku. Jadi aku pun membalasnya dengan melingkarkan jari kelingkingku di jarinya. Suatu hari nanti kamu bakal tau kok Nar. Tapi bukan dari aku, kataku dalam hati.
Nara langsung memelukku, ini pertama kalinya dia memelukku. Selama kami dekat sentuhan fisik yang pernah kami lakukan hanya gandengan tangan atau jika dia sedang mengusap-ngusap kepalaku. Maka aku pun kaget Nara memelukku begitu eratnya. Dan aku pun merasakan air dipundakku. Saat aku ingin melepaskan pelukkannya Nara tidak membiarkan aku. “Bentar lagi Sya. Abis ini gw anterin loe balik. Gak enak sama tante kalo loe gak pulang dulu.” Ucapnya. Aku hanya bisa diam tanpa membalas pelukannya. Karena aku bingung, bingung dengan apa yang sedang terjadi. Mengapa Nara bersikap seperti ini? Takut kehilangan aku kah? Tapi kenapa? Aku kan hanya sahabatnya. Aku terus bertanya-tanya dalan hati sampai Nara melepaskan pelukannya. Setelah melepaskan pelukkannya Nara mengecup keningku sekilas dan mengusap-usap kepalaku. “Ayo pulang anak nakal” senyumnya padaku. Tapi aku tau senyumnya masih sedih. Apa aku yang telah membuatnya sedih? Hhhh. Apa aku jahat ya sama Nara.
“Nar” aku menahan tangannya agar tidak bangkit dan tetap duduk. “Gw mau jelasin sekarang aja. Gw gak suka ngeliat loe sedih. Kalo hanya gw yang sedih karena hal ini gw gak masalah tapi gw gak mau liat loe sedih juga. Walaupun gw gak ngerti kenapa loe harus sedih jauh dari gw. Kan masih banyak temen-temen loe yang lain” ucapku mulai tidak karuan.
“Loe ngomong apa sih Sya? Temen gw gak lengkap kalo gak ada loe” jawabnya lembut sambil mengusap air mataku yang tanpa terasa sudah menetes. “Kalo loe masih belum bisa cerita gak papa kok. Gw bakal nunggu loe sampe bisa cerita. Tapi gw gak mau liat loe nangis. Oke, Sya?”
“Gw gak papa kok. Gw mau cerita sekarang aja. Nar, gw jauhin loe karena gw sakit loe gak jujur sama gw tentang kedekatan loe sama Clara. Setiap gw tanya loe selalu jawab cuma gw cewek yang deket sama loe. Cuma gw yang betah sama loe. Padahal selama ini loe selalu temenan sama Clara kan? Bahkan sebelum loe kenal sama gw. Tapi kenapa loe gak cerita sama gw? Kenapa loe gak jujur sama gw? Gw kecewa Nar. Gw sakit.” Paparku mencurahkan sebagian isi hatiku.
“Ya ampun Sya. Yang gw omongin tuh bener. Gw jujur sama loe. Gw cuma deket sama loe doang. Cewek yang ada di deket gw cuma loe doang. Clara tuh udah gw anggep ade gw sendiri Sya. Beda sama loe. Selama ini gw juga gak pernah cerita apa-apa sama dia. Yang selama ini gw ceritain masalah gw cuma loe Sya. Masa loe gak percaya sih? Masa gara-gara Clara loe jauhin gw? Gw gak mau kehilangan sahabat gw Sya. Loe dan temen-temen gw yang lain penting banget buat gw. Gw gak mau kehilangan kalian terutama loe. Karena loe satu-satunya cewek yang bisa jadi sandaran gw kalo lagi susah dan selalu ada buat gw kalo gw lagi seneng” jelas Nara padaku. Kata-katanya meluluhkan hatiku sekaligus menyadarkan ku bahwa posisiku sama seperti teman-temannya yang lain. Dan mungkin tidak akan pernah berubah.
“Yaudah kalo gitu anggep aja gw gak pernah jauhin loe en kita tetep kayak dulu lagi. Ok? Gw juga gak mau kehilangan cowok aneh kayak loe. Hahahhah” ujarku mengalihkan pembicaraan.
“Huuu, dasar anak nakal” Nara mengusap kepalaku dengan lembut. “Yaudah, kalo gitu gak ada ngambek-ngambek lagi ya. Gw gak mau dijauhin lagi sama loe. Gak enak tau. Gak ada yang buatin gw cemilan kalo ada yang main ke rumah gw. Hehehhe. Lagian kan gw kangen masakannya tante” kata Nara sambil merangkul ku casual. Karena risih maka aku melepaskan diri darinya. Sambil mencubit pinggangnya. “Huu, kesempatan rangkul-rangkul gw” kemudian aku berlari kebawah dan langsung menuju dapur rumah Nara. Kemudian kami berdua asik membuat cemilan untuk kami makan sambil menonton film.
-Fin-
(bersambung ke cerpen selanjutnya)
0 comments on "Cerpen 1 : Impian yang Jadi Nyata"
Post a Comment